News

Heboh..! Dugaan Pungli PTSL di Desa Sindangratu, Warga Dirugikan Jutaan Rupiah Siap Laporkan ke APH

Spread the love

 

Lebak, Kamis (16/10/2025) — Warga Desa Sindangratu, Kecamatan Panggarangan, Kabupaten Lebak, Banten, mengeluhkan adanya dugaan pungutan liar (pungli) dalam pengajuan sertifikat program PTSL yang dilakukan oleh oknum perangkat desa bernama Ade Asra. Nilai pungutan yang dikenakan bervariasi, mulai dari Rp300 ribu hingga mencapai Rp1,7 juta per sertifikat.

Puluhan warga mengaku merasa dirugikan, bahkan ada yang uangnya sudah diambil namun sertifikat belum kunjung diterima sejak pengajuan tahun 2024 hingga kini.

Salah satu warga yang enggan disebut namanya menuturkan, “Saya mengajukan satu sertifikat, tapi malah dibuatkan dua. Padahal tanahnya satu bidang. Saya dipaksa bayar Rp1.700.000. Setelah saya bayar, satu sertifikat dibawa lagi oleh Ade, katanya kalau mau diambil harus tebus Rp300 ribu lagi. Sampai sekarang belum saya tebus karena uangnya belum ada,” ujarnya lirih.

Saat dikonfirmasi, Ade Asra mengakui bahwa sertifikat tersebut memang masih ditahan di desa. “Iya benar, sertifikatnya masih di desa karena belum dibayar. Tambahan Rp300 ribu itu memang saya yang nyuruh, tapi itu juga perintah dari pimpinan,” ungkapnya.

Sejumlah warga telah membuat surat pernyataan tertulis di atas materai dan meminta pendampingan dari salah satu aktivis Lebak berinisial A untuk melaporkan kasus ini ke Aparat Penegak Hukum (APH), yakni Polres Lebak dan Polda Banten.

Aktivis tersebut menegaskan, “Kami akan dampingi warga melapor ke Tipidkor Lebak bahkan ke Polda Banten bila perlu. Ini jelas pelanggaran aturan Presiden terkait PTSL. Seharusnya biaya per sertifikat di Kabupaten Lebak hanya Rp150 ribu. Tapi ini dipungut sampai Rp1,7 juta. Jelas pungli!” tegasnya.

Baca Juga :  Pencurian Listrik Atau Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ) Dilakukan Pengolah Emas Ilegal Di Cibeber

Dugaan pungutan liar ini berpotensi melanggar Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun serta denda Rp200 juta hingga Rp1 miliar.
Selain itu, juga melanggar ketentuan Permen ATR/BPN Nomor 12 Tahun 2017 tentang PTSL yang menetapkan batas biaya maksimal Rp150 ribu per bidang tanah. Jika unsur pemaksaan terbukti, dapat pula dijerat Pasal 368 KUHP dengan ancaman penjara hingga 9 tahun.

Hingga berita ini diterbitkan, belum ada klarifikasi resmi dari pihak Desa Sindangratu maupun Kepala Desa. Tim media masih terus melakukan konfirmasi ke pihak terkait untuk mendapatkan informasi yang berimbang.

*Hkz*